Merupakan anak laki-laki dari seorang ibu yang bernama Yukabad
dan seorang ayah yang bernama Imran.
Beliau bersudara dengan nabi Harun as. Nabi Musa as. dilahirkan ketika zaman
pemerintahan Raja Fir’aun. Fir’aun merupakan seorang raja yang zalim, takabur,
bahkan mengaku dirinya sebagai Tuhan. Siapa saja yang tidak menuruti semua
perintahnya, maka mati adalah hukumannya.
Suatu hari Fir’aun bermimpi bahwa negeri Mesir habis terbakar, semua
rakyatnya mati kecuali orang-orang Israil yang masih tetap hidup. Ketika
fir’aun bangun, ia segera mencari ahli nujum untuk menakwilkan arti mimpinya
itu. Jawaban yang diperoleh dari para ahli nujum ialah mimpinya merupakan
pertanda akan datangnya seorang laki-laki dari Bani Israil yang akan
menjatuhkan kekuasaannya.
Mendengar jawaban itu, Fir’aun segera memerintahkan seluruh tentaranya untuk
memeriksa setiap rumah penduduk dan membunuh setiap bayi laki-laki dari Bani
Israil. Keputusannya itu diumumkan ke seluruh pelosok negeri agar semua rakyat
mematuhi undang-undang itu.
|
Nabi Musa dengan tongkatnya |
Ketika Nabi Musa As. Lahir
Allah SWT memberi ilham kepada ibu Nabi Musa As. untuk menghanyutkan bayinya
itu ke sungai Nil. Dengan kekuasan-Nya, bayi Musa As. terapung di dalam sebuah
peti dan berjalan mengikuti arus sungai menuju kolam pemandian istana Fir’aun.
Akhirnya, peti itu ditemukan oleh Siti Asiah istri Raja Fir’aun yang kemudian
dibawanya ke dalam Istana.
Melihat bayi di tangan istrinya, Fir’aun segera menghunus pedangnya untuk
membunuh bayi laki-laki yang berada di tangan istrinya itu. Kemudian, Siti
Asiah melindunginya seraya berkata “Bayi ini jangan
dibunuh, sebaiknya kita jadikan ia sebagai anak angkat, karena aku sudah
menyayanginya dan bukankan kita tidak memiliki anak? ” Mendengar
itu, Fir’aun akhirnya tak bisa berbuat apa-apa, maka sejak itulah Nabi Musa
diangkat sebagai anaknya.
Kembali
Dipertemukan Dengan Ibunya
Siti Asiah mencari wanita
yang bisa menyusukan bayinya itu, kemudian atas iradat Allah, maka
terpilihlah ibu kandung Nabi Musa untuk menyusuinya. Karena saat itu, tidak ada
satupun air susu wanita yang mau diminum oleh Nabi Musa kecuali ibu kandungnya
sendiri. Begitulah cara Allah mempertemukan kembali Nabi Musa AS. ke pangkuan
ibunya. Seperti telah dijelaskan dalam Firman Allah:
Artinya: “Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya,
supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa
janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya“.
(QS. Al-Qashash: 13)
Alangkah gembiranya Siti Asiah bisa menemukan orang yang tepat yang dapat
menyusukan anak angkatnya yang tak lain ibu kandungnya sendiri. Selain
memperoleh upah besar dari kerajaan atas pekerjaannya itu, ibu Nabi Musa merasa
tenang tanpa rasa takut akan dibunuhnya Nabi Musa oleh tentara Fir’aun.
Ketika Dewasa
Setelah menginjak dewasa, Nabi Musa As. diberikan anugerah oleh Allah SWT.
ilmu pengetahuan dan pangkat kenabian serta diberi kitab Taurat untuk menghadap
dan menaklukan Fir’aun.
Nabi Musa meninggalkan Istana Fir’aun karena mendapat kabar bahwa Fir’aun
berencana buruk terhadapnya dan memerintahkan tentaranya untuk
menangkapnya. Hal itu terjadi karena salah satu rakyatnya ada yang mati
terbunuh oleh Nabi Musa saat ia mendamaikan perkelahian dua orang, dari bangsa
Bani Israil dan Qibthi (bangsa Fir’aun).
Denagan rasa cemas ia meninggalkan kota sebagaimana hal ini telah dijelaskan
dalam QS. Al-Qashash ayat 21:
Artinya: “Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan
rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, Ia berdoa: “Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu“
Nabi Musa pergi tanpa tahu arah tujuan. Beliau hanya berjalan mengikuti
langkah kakinya dengan rasa cemas dan khawatir karena takut dikejar oleh
tentara Fir’aun. Saat beliau beristirahat, beliau melihat dua orang gadis yang
tengah berebut air untuk hewan ternaknya. Kemudian Nabi Musa membantunya untuk
mengambil air dan meminumkannya kepada ternak-ternaknya. Setelah kedua gadis
itu pulang, ia kembali lagi menjumpai Nabi Musa dan mengundangnya untuk ke
rumah. Ternyata kedua gadis itu adalah putri Nabi Syu’aib.
Setelah bertemu dan dijamu dengan penuh hormat, kemudian beliau
menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya, bahwa ia sedang dikejar oleh
tentara Fir’aun, maka berkatalah Nabi Syu’aib: “Janganlah takut,
sesungguhnya engkau telah lepas dari kaum yang zalim“.
Nabi Syu’aib menawarkan kepada Nabi Musa untuk mengambil salah seorang dari
putrinya agar dijadikan sebagai istrinya. Dalam Surat Al-Qashash
ayat 27 dijelaskan:
Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah
(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik“.
Akhirnya Nabi Musa menerima dan menyetujui tawaran Nabi Syu’aib. Maka
kawinlah ia dengan salah satu putri Nabi Syu’aib.
Kembali Ke
mesir Dan Menghadap Fir’aun
Dalam perjalanan kembali ke Mesir bersama keluarganya, Nabi Musa mendapatkan
wahyu dari Allah SWT. Dimana peristiwa itu terjadi dan diabadikan dalam
QS. Al-Qashash ayat 29-32.
Ketika sampai di Mesir, beliau mengajak Fir’aun untuk kembali ke jalan yang
benar seraya menunjukkan kedua mukjizatnya yang baru ia peroleh dari Allah SWT.
Melihat itu, Fir’aun sangat murka dan memanggil semua tukang sihirnya agar
bertanding dengan Nabi Musa.
Namun kemenangan berada di pihak Nabi Musa, sehingga para tukang sihir
Fir’aun mengakui kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa As. Selain itu,
Siti Asiah juga beriman kepada Nabi Musa. Maka bertambahlah murka Fir’aun
sehingga ia menghukum mati para tukang sihirnya dan menyiksa istrinya hingga
menemui ajalnya.
Tenggelamnya Fir’aun Di Laut Merah
Nabi Musa beserta pengikutnya dikejar oleh Fir’aun dan tentaranya hingga di
tepi laut merah. Sampai disanalah Nabi Musa dan para pengikutnya kebingungan
karena menemui jalan buntu sedangkan mereka sudah terkepung oleh Fir’aun dan
tentaranya. Maka turunlah firman Allah untuk menolongnya, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut
untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan
pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan”. (QS. Al-Baqoroh : 50)
Dalam peristiwa itulah Allah mewahyukan kepada Nabi Musa As. agar memukulkan
tongkatnya ke permukaan laut, kemudian Nabi Musa segera memukulkan
tongkatnya dan tiba-tiba air laut itu terbelah menjadi dua bagian yang
sekaligus di tengah-tengah (belahan) itu menjadi jalan yang bisa dilewatinya
dan para pengikutnya.
Tidak lama kemudian Fir’aun dan bala tentaranya menyusul melewati jalan
tersebut sambil merasa takut. Kemudian setelah Nabi Musa dan pengikutnya sampai
di daratan, maka Allah memerintahkan kepada Nabi Musa agar secepatnya
memukulkan tongkatnya ke lautan dan seketika itu pula Nabi Musa memukulkan
tongkatnya, lalu tiba-tiba air lautan yang terbelah itu kembali menjadi air
laut seperti semula, maka tenggelamlah raja Fir’aun dan bala tentaranya di laut
merah.
Itulah kisah dan sejarah singkat Nabi Musa As. dan perlu diketahui
bahwa Nabi Musa As. wafat di Padang Tih dalam usia 120 tahun.