Kisah Nabi Harun As tidak lepas dari
kisah nabi Musa As (sekitar 1531-1408 SM) merupakan salah
seorang nabi yang telah diminta oleh Nabi
Musa pada Allah dalam membantu menegakkan agama Allah. karena ia adalah juru bicara Nabi
Musa ketika menghadapi Fir’aun ataupun umat Nabi
Musa sendiri, Bani Israil di Sina. Kisahnya dimulai ketika Nabi
Musa berhasil membawa umatnya keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran
Fir’aun yang ingin membunuh mereka. Namanya disebutkan sebanyak 19 kali di
dalam Al-Quran dan wafat di Tanah Tih.
Ia menikah dengan dua orang wanita yang bernama Elisheba dan Miriam.
Nabi Harun lahir pada tahun ketika anak-anak tidak dibunuh, sedangkan Musa lahir pada tahun terjadinya pembunuhan. Nabi
Harun alaihissalam adalah kakak kandung (kakak satu ibu) dari Musa, maka silsilahnya adalah sebagai berikut Harun
bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Menurut silsilahnya
adalah sebagai berikut, Harun bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin Lawi bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin
Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Kisah Nabi Harun dan Musa
Nabi Harun dan Musa hidup di negeri Mesir
yang dipimpin oleh raja yang zalim dan kejam dikenal dengan sebutan
“Fir’aun,” ia memperbudak kaumnya dan menindas mereka, bersikap sewenang-wenang
di bumi, dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan
dari mereka dan mempekerjakan mereka dengan kerja paksa. Mereka yang tertindas
adalah bani Israil; suatu kaum yang nasab mereka sampai kepada Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Bani Israil menempati negeri Mesir
ketika Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjabat sebagai menterinya.
Suatu ketika Fir’aun bermimpi, bahwa ada sebuah api yang datang dari Baitul
Maqdis lalu membakar negeri Mesir selain rumah-rumah Bani Israil. Kemudian ia
meminta peramal dan pesihir untuk mentakwilkan mimpinya itu, lalu mereka
memberitahukan bahwa akan lahir seorang anak dari kalangan Bani Israil yang
akan menjadi sebab binasanya penduduk Mesir. Maka Fir’aun merasa takut terhadap
mimpi tersebut, ia pun memerintahkan untuk menyembelih anak-anak laki-laki Bani
Israil karena takut terhadap kelahiran orang tersebut.
Nabi Harun menjaga umat Nabi Musa
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Musa pergi mendatangi Fir’aun untuk
mendakwahinya, akan tetapi sebelum ia berangkat, ia berdoa kepada Tuhannya
meminta taufiq dan meminta kepada-Nya bantuan,
Musa berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku
dadaku–Dan mudahkanlah untukku urusanku,–Dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku,–Agar mereka mengerti perkataanku,–Dan Jadikanlah untukku seorang
pembantu dari keluargaku,–(yaitu) Harun, saudaraku,–Teguhkanlah dengannya
kekuatanku,–Dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku,–agar kami banyak
bertasbih kepada Engkau,–dan banyak mengingat Engkau.–Sesungguhnya Engkau
adalah Maha melihat (keadaan) kami.” (QS. Thaahaa: 25-35)
Maka Allah mengabulkan permohonannya, lalu Musa ingat bahwa ia pernah membunuh orang Mesir, ia
takut kalau nanti mereka membunuhnya, maka Allah menenangkannya, bahwa mereka
tidak akan dapat menyakitinya sehingga Musa pun tenang (lihat Al Qashash: 35).
Musa
pun melanjutkan perjalanannya ke Mesir dan memberitahukan kepada Harun apa yang
terjadi antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Harun ikut serta
menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya dan membantunya mengeluarkan
Bani Israil dari Mesir, maka Harun pun bergembira atas berita itu, ia pun ikut
berdakwah bersama Musa.
Fir’aun adalah seorang yang kejam dan berlaku zalim terhadap Bani Israil,
sehingga Nabi
Musa dan Nabi Harun berdoa kepada Allah agar menyelamatkan keduanya dari
tindakan aniaya dari Fir’aun, lalu Allah Ta’ala berfirman meneguhkan hati
keduanya,
“Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat”.–Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan
Katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami
telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan Kami) dari Tuhanmu.
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti
petunjuk.–Sesungguhnya telah diwahyukan kepada Kami bahwa siksa itu
(ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (QS.
Thaahaa: 46-48)
Maka ketika Musa
dan harun berangkat, mulailah keduanya mengajak mereka kepada Allah dan
berusaha membawa Bani Israil dari penindasan Fir’aun, akan tetapi Fir’aun
mengejek keduanya dan mengolok-olok apa yang mereka berdua bawa serta
mengingatkan Musa,
bahwa dirinyalah yang mengurus Musa
di istananya dan terus membesarkannya hingga ketika dewasa Musa
membunuh orang Mesir dan pergi melarikan diri. Maka Nabi
Musa‘As berkata, “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu
itu termasuk orang-orang yang khilaf.–Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika
aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia
menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.—Budi baik yang kamu limpahkan
kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.”
(Lihat Asy Syu’araa: 20-22 dan Asy Syu’araa: 23-29)
Kemudian Nabi
Musa menawarkan kepadanya bukti yang membenarkan kerasulannya. Maka Fir’aun
meminta ditunjukkan buktinya jika Musa memang benar. Nabi Musa pun melempar
tongkatnya dan berubahlah tongkat itu menjadi ular yang besar sehingga
orang-orang terkejut dan takut terhadap ular itu. Kemudian Musa
menjulurkan tangannya ke ular itu, maka ular itu kembali seperti biasa menjadi
tongkat. Kemudian
Musa memasukkan tangannya ke leher bajunya, lalu ia keluarkan, tiba-tiba
tampak warna putih berkilau.
Perlawanan Nabi
Musa As dengan Para Penyihir dan Masuk Islamnya Para Penyihir
Ketika ditunjukkan bukti-bukti itu, Fir’aun malah menuduhnya sebagai penyihir,
lalu ia meminta untuk dikumpulkan para penyihirnya dari segenap tempat untuk
melawan Musa.
Kemudian para penyihir melempar tali dan tongkat, dan tali tersebut berubah
menjadi ular sehingga orang-orang takut, bahkan Nabi
Musa dan Harun merasa takut terhadapnya, lalu Alllah memberikan wahyu
kepada Musa agar ia tidak takut dan melempar tongkatnya, maka Nabi Musa dan
saudaranya (Nabi Harun) tenang karena perintah Allah itu.
Nabi
Musa pun melempar tongkatnya, maka tongkat itu berubah menjadi ular yang
besar yang menelan tali para penyihir dan tongkat mereka. Ketika para penyihir
melihat apa yang ditunjukkan Nabi
Musa ‘alaihissalam, maka mereka pun mengakui, bahwa itu adalah mukjizat
dari Allah dan bukan sihir. Kemudian Allah melapangkan hati mereka untuk
beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang dibawa Nabi
Musa ‘alaihissalam, mereka pun akhirnya hanya bersujud kepada Allah sambil
menyatakan keimanan mereka kepada Tuhan Musa dan Harun.
Nabi Harun As
menggantikan Nabi
Musa As saat Menerima Taurat
Allah mewahyukan kepada Nabi
Musa untuk keluar sendiri ke tempat tertentu untuk menerima syariat yang
nanti akan dijadikan rujukan oleh Bani Israil, maka Beliau mengangkat Harun
sebagai penggantinya; menasihatinya dan mengingatkannya kepada Allah serta
memperingatkannya agar tidak menjadi orang-orang yang berusaha mengadakan
kerusakan di bumi.
Beliau pun pergi ke gunung yang Beliau pernah mendapat wahyu pertama kali ketika
Beliau pulang dari Madyan ke Mesir dan ketikan itulah diturunkan kepada Beliau
kitab Taurat.
Bani Israil Menyembah Patung
Anak Sapi
Sepeninggal Musa,
ternyata Bani Israil telah disimpangkan oleh seorang yang bernama Samiri, ia
mengumpulkan perhiasan dan emas mereka serta membuatkan patung yang berongga
dalam bentuk anak sapi, dimana jika angin masuk ke dalamnya dari lubang yang
satu dan keluar dari lubang yang lain, maka akan keluar suara yang mirip suara
anak sapi, lalu Samiri memberitahukan mereka, bahwa itu adalah tuhan mereka dan
tuhan Musa,
akhirnya Bani Israil percaya dan menyembah patung tersebut meninggalkan
menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Nabi Harun menasihati dan
mengingatkan mereka, tetapi mereka tetap saja di atas kebodohan itu, tidak
sadar dan tidak memperhatikan nasihat Harun, bahkan mereka menyanggahnya dan
hampir saja membunuhnya. Mereka juga memberitahukan, bahwa mereka tidak akan
meninggalkan penyembahan kepada patung itu sampai Musa
kembali.
Ketika Nabi
Musa ‘alaihissalam kembali, ia mendapati kaumnya dalam keadaan seperti itu,
ia pun kecewa bercampur sedih, lalu ia mendatangi Nabi Harun, memegang kepala
dan janggutnya sambil menariknya dan berkata,
Musa
menegur Harun : “Hai Harun! Apa yang menghalangi ketika kau melihat mereka
telah sesat, (Qur'an surat Thaahaa 92)
Untuk mengikutiku ke gunung Sinai bersama-sama dengan orang yang beriman?
Apakah engkau sengaja melanggar perintahku?" (Qur'an surat Thaahaa 93)
Harun menjawab, “Wahai putera ibuku! Janganlah direnggut janggut dan rambut
di kepalaku! Aku sungguh takut kau akan berkata : “Kau telah memecah
belah Bani Israil, dan tak mengindahkan perkataanku lagi.” (Qur'an surat
Thaahaa 94)
Beliau juga memberitahukan Nabi
Musa bahwa kaumnya hampir saja membunuhnya, maka Musa pun meninggalkannya
dan pergi mendatangi Samiri; orang yang membuat patung tersebut dan bertanya
tentang alasannya, lalu Samiri memberitahukan alasannya, kemudian Musa membakar
patung itu hingga habis dan membuang ampasnya ke laut.
Kemudian Nabi
Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu telah menganiaya
dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka
bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu
adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan
menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (Lihat Al Baqarah: 54)
Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memberitahukan kepada Musa,
bahwa Harun telah berlepas diri dari mereka dan ia telah berusaha keras untuk
menjauhkan mereka dari menyembah patung anak sapi, maka hati Nabi Musa pun
tenang karena ternyata saudaranya tidak ikut serta dalam perbuatan dosa itu,
maka Nabi Musa ‘alaihissalam menghadapkan dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla
memintakan ampunan untuk dirinya dan saudaranya,
Beliau berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami
ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”(lihat
Al A’raaf: 151)
Kemudian Nabi
Musa ‘alaihissalam memilih tujuh puluh orang yang terbaik dari kalangan
mereka untuk pergi bersamanya ke sebuah tempat yang ditentukan Allah‘Azza wa
Jalla. Pada saat mereka telah sampai di tempat tersebut, mereka malah meminta
untuk melihat Allah secara nyata, maka Nabi
Musa marah kepada mereka dengan keras, dan Allah menurunkan halilintar yang
membinasakan mereka hingga ruh-ruh mereka melayang. Lalu Nabi
Musa As berdoa kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya
meminta agar Dia memberikan rahmat kepada mereka itu. Maka Allah mengabulkan
permohonan Nabi
Musa As dan Dia menghidupkan mereka yang mati karena tersambar
halilintar agar mereka bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena telah
menghidupkan mereka setelah matinya (lihat Al Baqarah: 55-56).
Kemudian Nabi
Musa as membawa mereka kembali kepada kaumnya dan membacakan kitab Taurat
kepada mereka serta menerangkan nasihat dan hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya. Beliau juga mengambil perjanjian dari mereka untuk mau mengamalkan
isinya, mereka pun mau berjanji dengan terpaksa setelah Allah mengangkat gunung
di atas mereka. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit
(Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang
Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami mendengar
tetapi tidak mentaati.” Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu
(kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, “Sangat jahat
perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman
(kepada Taurat).” (QS. Al Baqarah: 93)
Wafatnya Nabi Harun
Nabi Harun hidup selama 122 tahun. Beliau wafat 11 bulan sebelum kematian Musa,
di daerah al Tiih, yaitu sebelum Bani Israil memasuki Palestina. Mengenai Bani
Israil, mereka memang bandel, banyak permasalahan dan sulit dipimpin, namun
dengan kesabaran Musa
dan Harun, mereka dapat dipimpin agar mengikuti syariat Allah, seperti
terkandung dalam Taurat ketika itu.
Setelah Harun dan Musa meninggal dunia, Bani Israel dipimpin oleh
Yusya’ bin Nun. Namun, setelah Yusya’ mati, sebagian besar dari mereka
meninggalkan ajaran Taurat. Malah, ada kalangan mereka yang mengubah hukum di
dalam kitab tersebut, sehingga menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat,
akhirnya menyebabkan perpecahan Bani Israil.