Bandung Lautan Api adalah salah satu peristiwa sejarah yang
begitu populer. Peristiwa sejarah ini berlangsung ketika Indonesia sedang
menghadapi upaya untuk mempertahankan kemerdekaannya pasca proklamasi
kemerdekaan tahun 1945.
Bandung Lautan Api merupakan adalah sebuah
sebutan untuk perisiwa terbakarnya kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pembakaran ini dilakukan oleh
penduduk Bandung sebagai bentuk tanggapan atas ultimatum oleh sekutu yang
memerintahkan untuk mengosongkan Bandung.
Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi pada bulan
Maret 1946. Sejarah besar ini dilakukan oleh para penduduk Bandung yang
jumlahnya sekitar 200.000 orang. Mereka, dalam waktu tujuh jam melakukan
pembakaran rumah dan harta benda mereka sebelum akhirny pergi meninggalkan
Bandung.
Latar
Belakang Bandung Lautan Api
Peristiwa
Bandung Lautan Api ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yakni :
·
Brigade Mac
Donald atau sekutu menuntut para penduduk Bandung agar menyerahkan semua
senjata dari hasil pelucutan jepang kepada pihak sekutu.
·
Sekutu
mengeluarkan ultimatum yang isinya memerintahkan agar kota Bandung bagian utara
dikosongkan dari penduduk Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945.
·
Sekutu membagi
Bandung menjadi dua sektor, yakni sektor utara dan sektor selatan.
·
Rencana
pembangunan kembali markas sekutu di Bandung.
Kronologi
Terjadinya Bandung Lautan Api
Kronologi Bandung Lautan Api dapat dirunut dari
peristiwa ketika pasukan sekutu mendarat di Bandung. Pasukan Inggris bagian
dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada Oktober 1945.
Para pejuang Bandung kala itu sedang gencar-
gencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari tangan Jepang.
Hubungan antara pemerintah RI dengan sekutu pun
juga sedang tegang. Di saat seperti itu, pihak sekutu menuntut agar semua
senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan
kepada pihak sekutu.
Namun, sekutu yang baru tiba ini
meminta pihak Indonesia untuk menyerahkan semua senjata hasil pelucutan Jepang
ini. Hal ini ditegaskan melalui ultimatum yang dikeluarkan pihak Sekutu. Isi
ultimatum tersebut adalah agar senjata hasil pelucutan Jepang segera diserahkan
pada Sekutu dan penduduk Indonesia segara mengosongkan kota Bandung paling
lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk keamanan rakyat.
Ditambah lagi, orang- orang
Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan juga mulai melakukan tindakan-
tindakan yang mengganggu keamanan rakyat. Hal ini pun semakin mendorong adanya
bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menjadi
tidak dapat dihindari.
Pada malam tanggal 21
November1945, TKR dan badan-badan perjuangan Indonesia melancarkan serangan
terhadap kedudukan- kedudukan Inggris di wilayah Bandung bagian utara. Hotel
Homann dan Hotel Preanger yang digunakan musuh sebagai markas juga tak luput
dari serangan.
Menanggapi serangan ini, tiga
hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat.
Ultimatum ini berisi agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia,
termasuk dari pasukan bersenjata.
Masyarakat Indonesia yang
mendengar ultimatum ini tidak mengindahkannya. Karenanya, pecahlah pertempuran
antara sekutu dan pejuang Bandung di tanggal 6 Desember 1945.
Kemudian, di tanggal 23 Maret 1946,
sekutu kembali mengulang ultimatumnya. Sekutu memerintahkan agar TRI (Tentara
Republik Indonesia) segera meninggalkan kota Bandung. Mendengar ultimatum
tersebut, pemerintah Indonesia di Jakarta lalu menginstrusikan agar TRI
mengosongkan kota Bandung demi keamanan rakyat.
Akan tetapi, perintah ini berlainan dengan yang
diberikan dari markas TRI di Yogyakarta. Dari Yogyakarta, keluar instruksi agar
tetap bertahan di Bandung. Dalam masa ini, sekutu juga membagi Bandung dalam
dua sektor, yakni Bandung Utara dan Bandung Selatan. Lalu, sekutu meminta orang
-orang Indonesia untuk meninggalkan Bandung Utara.
Situasi di kota Bandung menjadi semakin genting.
Suasana kota ini menjadi mencekam dan dipunuhi orang -orang yang panik. Para
pejuang juga bingung dalam mengikuti intruksi yang berlainan dari pusat Jakarta
dan Yogyakarta. Akhirnya, para pejuang Indonesia memutuskan untuk melancarkan
serangan besar -besaran terhadap sekutu di tanggal 24 Maret 1946.
Para pejuang Indonesia menyerang pos-pos sekutu.
Mereka juga membakar seluruh isi kota Bandung Utara. Setelah sukses
membumihanguskan kota Bandung Utara, barulah mereka pergi mengundurkan diri
dari Bandung Utara. Aksi ini dilakukan oleh 200.000 orang selama 7 jam.
Kondisi Bandung yang dipenuhi dengan kobaran api
laksana lautan inilah yang membuat peristiwa ini dijuluki dengan sebutan
Bandung Lautan Api.
Tujuan
membakar Bandung
Para pejuang Bandung memilih membakar Bandung
dan kemudian meninggalkannya dengan alasan tertentu. Tujuannya adalah untuk
mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda dalam memanfaatkan kota
Bandung sebagai markas strategis militer mereka dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia.
Operasi pembakaran Bandung ini disebut sebagai
operasi "bumihangus". Keputusan untuk membumihanguskan kota Bandung
diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3), yang
dilakukan di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia,
tanggal 23 Maret 1946.
Hasil musyawarah tersebut kemudian diumumkan
oleh Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI. Ia juga
memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Lalu, hari itu juga, rombongan besar
penduduk Bandung mengalir. Pembakaran kota berlangsung malam hari sembari para
penduduknya pergi meninggalkan Bandung.
Dengan terbakarnya kota Bandung, maka sekutu
tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Operasi bumi
hangus ini membuat asap hitam mengepul tinggi menyelimuti kota Bandung. Semua
listrik ikut padam.
Di tengah situasi genting ini, tentara Inggris
pun menyerang sehingga pertempuran sengit tak terhindarkan. Pertempuran
terbesar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung. Di tempat inilah
terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.
Rupanya, pejuang Indonesia Muhammad Toha dan
Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) mendapat misi
penghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha sukses meledakkan gudang
senjata itu dengan dinamit. Akan tetapi, kedua milisi tersebut ikut terbakar di
dalam gudang besar yang diledakkannya itu.
Awalnya, staf pemerintahan kota
Bandung berencana tetap tinggal di dalam kota. Akan tetapi, demi keselamatan
mereka, maka pukul 21.00 itu, mereka pun ikut dalam rombongan yang dievakuasi
dari Bandung.
Sejak saat itu, sekitar pukul 24.00, Bandung
kosong dari penduduk dan TRI. Sementara, api masih membubung membakar kota,
sehingga Bandung menjadi lautan api.
Strategi operasi bumihangus ini adalah strategi
yang tepat karena kekuatan TRI dan milisi rakyat memang tidak sebanding dengan
kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang besar. Setelah perisitewa Bandung Lautan
Apitersebut, kemudian TRI bersama dengan milisi rakyat melakukan perlawanan
dari luar Bandung dengan cara bergerilya.
Asal
Julukan Bandung Lautan Api
Istilah atau sebutan ‘Bandung Lautan Api’
terhadap peristiwa ini muncul di harian Suara Merdeka pada tanggal 26 Maret
1946. Saat peristiwa pembakaran itu berlangsung, seorang wartawan muda, Atje
Bastaman, menyaksikannya dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk,
Garut.
Dari puncak itulah, Atje Bastaman melihat
Bandung memerah mulai dari Cicadas hingga ke Cimindi. Karenanya, begitu ia tiba
di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan penuh semangat segera menuliskan berita
tentang peristiwa ini dan memberinya judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api".
Akan tetapi, kurangnya ruang untuk tulisan
judulnya membuat ia harus membuat judulnya jadi lebih pendek, yakni menjadi
"Bandoeng Laoetan Api".