Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore
terletak di Kepulauan Maluku, antara Sulawesi dan Papua. Letak tersebut sangat
strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu,
kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga dijuluki
sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia
perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang
datang dan bertujuan ke sana. Melewati rute
perdagangan tersebut agama Islam meluas ke Maluku, seperti Ambon, Ternate, dan
Tidore. Keadaan seperti ini telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan
masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pada abad ke 14
Masehi, di Maluku Utara telah berdiri 4 kerajaan yaitu Jailolo,Ternate, Tidore,
dan Bacan. Masing-masing kerajaan dipimpin oleh seorang kolano. Keempat
kerajaan tersebut berasal dari satu keturunan, yaitu JAFAR SADIK, seorang
bangsa Arab keturunan Nabi Muhammad saw. Kemajuan Ternate membuat iri kerajaan
lainnya. Beberapa kali keempat kerajaan tersebut terlibat perang memperebutkan
hegemoni rempah-rempah.
Namun, akhirnya mereka
dapat mengakhirinya dalam perundingan di Pulau Motir. Dalam persetujan Motir
ditetapkan Ternate menjadi kerajaan pertama, Jailolo kedua, Tidore yang ketiga,
dan Bacan yang keempat. Kerajaan- kerajaan di Maluku sangat akrab menjalin
hubungan ekonomi dengan pedagang Jawa sejak zaman Majapahit. Pedagang Maluku
sering mengunjungi bandar seperti Surabaya, Gresik, dan Tuban. Sebaliknya,
pedagang Jawa datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Hubungan kedua
belah pihak ini sangat berpengaruh terhadap proses penyebaran agama islam di
Indonesia. Sejak abad ke-13, Maluku sudah ramai dikunjungi oleh
pedagang-pedagang Islam dari Jawa dan Melayu. Seiring dengan ramainya
perdagangan, berdatangan pula para mubaligh dari Jawa Timur untuk mengajarkan
agama Islam.Salah seorang mubaligh yang berjasa menyiarkan agama islam di Maluku
ialah Sunan Giri dari Gresik, Jawa Timur.
Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang mendapatkan pengaruh Islam dari
para pedagang Jawa dan Melayu. Pusat pemerintahan Ternate terdapat di Sampalu.
Raja ternate yang pertama ialah Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Raja Ternate
yang terkenal ialah Sultan Harun. Hasil utama Ternate waktu itu ialah cengkeh
dan pala.
KEHIDUPAN
POLITIK
Di kepulauan Maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate
sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang
berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa Portugis masuk, Portugis
langsung memihak dan membantu Ternate, Hal ini dikarenakan Portugis mengira
Ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol memihak Tidore akhirnya terjadilah
peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan
menciptakan perjanjian Saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa Spanyol harus
meninggalkan Maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di
Maluku.
Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng
yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan Portugis semakin lama di
benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan Ternate. Oleh karena itu Sultan
Hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa Portugis.
Sultan Baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang Portugis. Tahun 1575 M
Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng.
KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak
memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan
pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh
merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar
Maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian
perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
KEHIDUPAN
SOSIAL
Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin
perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin
mengembangkan agama Katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai
pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus
Xaverius. Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama
Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak
jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk
memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan
sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya
orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah
yang berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang
sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini
menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan
semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar
biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan
Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh
kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat
memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak
begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk
kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita
ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate
dan Tidore.
Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat
dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan
kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah
Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang
monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an kuno dan
berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka
peninggalan kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun
tidak berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih
luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak
keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang
menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak berkembang
menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan
dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai pula
beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan
peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid
kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan
Secara arkeologis bukti-bukti
kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat
dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah
sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam yang paling kuat dan paling
mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di
Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah
ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama
Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah
kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja,
penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006;
Sahusilawane 1996). Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan
Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini
tidak ditemui bukti-bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup yang
menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non Islami. Dengan kata
lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak
menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam
lainnya. Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya
tradisi berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim
sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi ziarah ke makam para wali di Jawa.
Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu daerah
kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang
konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran
kuno, kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti
arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di
wilayah Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan
bukti atau untuk media sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab
barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi ini
dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban Islam
yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili
terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.
Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore sudah dikenal dalam kancah
perdagangan dunia sebagai pusat perdagangan rempah. Berbagai saudagar yang
berasal dari Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke wilayah ini untuk
berdagang hingga akhirnya para pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis,
Belanda, dan Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk mencari cengkeh
dan pala.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara
harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh
empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang
hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan
mulai dijalin.
Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis yang berkedudukan di
Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju wilayah Maluku.
Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate pada tahun
1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan Trinidad
di Tidore.
Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan
Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil
mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai
memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah
perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan.
Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan
niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan
nasional.
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan.Pada
abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke
sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa
kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang
terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang
memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang
mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan
Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh,
sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan.
Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin
oleh Ternate meliputi
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan
Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya
meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin
oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah
bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi
Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.
Kerajaan TERNATE (Abad
13 M)
- Terletak di Maluku
- Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri
dari Gresik
- Raja pertama Sultan Zainal Abidin
- Raja terkenal Sultan Hairun
- Hasil utama Ternate cengkeh dan pala
- Peninggalan kerajaan Ternate :
1.
Istana Sulatan Ternate
2.
Benteng kerajaan
Ternate
3.
Masjid di Ternate
Kerajaan TIDORE (Abad13 M)
- Terletak di Maluku
- Raja yang pertama Sultan Mansur
- Raja terkenal pangeran Nuku
- Antara Ternate dan Tidore sering terjadi
peperangan untuk memperluas daerah kekuasaan
- Ternate membentuk persekutuan yang disebut Uli
Lima
- Tidore membentuk persekutuan yang disebut Uli
Siwa (persekutuan sembilan )
- Peninggalan kerajaan Tidore :
1.
Benteng-benteng
peninggalan Portugis, Spanyol
2.
Keraton Tidore
KERAJAAN
TERNATE
A.
Awal Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan
Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di
Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore,
Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate
yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari
Nusantara maupun pedagang asing.
A.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Ternate yang
pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya adalah
putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat
menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke
Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah
mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan
Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa
pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya.
Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua,
dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
B.
Aspek
Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada
abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang
ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan
rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi
perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan
sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat
Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil
kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya
membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
C.
Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan
Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan
Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis
dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol
ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab
VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku
berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi
dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
KERAJAAN
TIDORE
Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan tidore terletak di
sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja
Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M.
Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah,
Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau
Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Raja Tidore mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku
dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang
dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara
itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku
memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate
tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas,
meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat
menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan
Sosial
Sebagai kerajaan yang bercorak
Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan
hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De
Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah
dibawah kitab suci Al-Qur’an.Kerajaan Tidore terkenal dengan
rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah,
kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang
datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore
disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh
bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah
penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate
sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian
bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.
Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam
bentuk organisasi yang kuat.