|
Ampera |
Sejarah Jembatan Ampera Palembang - Jembatan
Ampera merupakan ikon wisata dan kebanggaan masyarakat Palembang Sumatera Selatan dan menjadi Trade Mark bagi
kota Palembang. Keberadaan jembatan tersebut sangat penting untuk menghubungkan
daerah ulu dan ilir sehingga transportasi menjadi lancar dan otomatis juga
memperlancar kehidupan ekonomi. Jembatan Ampera merupakan hadiah Bung Karno
bagi masyarakat Palembang yang dananya diambil dari dana rampasan perang Jepang
(juga untuk membangun Monas, Jakarta). Dahulu jembatan ini sempat diberi nama
Jembatan Bung Karno, tetapi beliau tidak setuju (supaya tidak ada kultus
individu), maka nama Ampera lebih cocok sesuai dengan fungsinya sebagai Amanat
Penderitaan Rakyat, yang pernah menjadi slogan bangsa Indonesia pada tahun
1960-an.
Struktur
Jembatan Ampera
Panjang : 1.117 m (bagian tengah 71,90 m)
Lebar : 22 m
Tinggi : 11.5 m dari permukaan air
Tinggi Menara : 63 m dari permukaan tanah
Jarak antara menara : 75 m
Berat : 944 ton
Pada awalnya, jembatan sepanjang 1.177 meter dengan lebar 22 meter ini, dinamai
Jembatan Bung Karno.
Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk
penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh
memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di
atas Sungai Musi.
Sejarah Jembatan Ampera
Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat
persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana
pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga
ahli dari negara tersebut.
|
Pembangunan jembatan |
Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30
September 1965 Oleh Letjend Ahmad Yani ( sore hari Pak Yani Pulang dan subuh 1
Oktober 65 menjadi Korban G.30 S PKI), sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno
sebagai nama jembatan. Akan tetapi, setelah terjadi pergolakan politik pada
tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun
diubah menjadi Jembatan Ampera. tetapi masyarakat palembang lebih suka
memanggil jembatan ini dengan sebutan “Proyek Musi”
Bagian tengah Jembatan Ampera, ketika baru selesai dibangun, sepanjang 71,90
meter, dengan lebar 22 meter. Bagian jembatan yang berat keseluruhan 944 ton
itu dapat diangkat dengan kecepatan sekitar 10 meter per menit. Dua menara
pengangkatnya berdiri tegak setinggi 63 meter. Jarak antara dua menara ini 75
meter. Dua menara ini dilengkapi dengan dua bandul pemberat masing-masing
sekitar 500 ton.
Keistimewaan Jembatan Ampera
Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang
kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah
jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat
masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya
sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat
penuh jembatan selama 30 menit.
Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter
dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila
bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa
lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.
Sejak tahun 1970, Jembatan Ampera sudah tidak lagi dinaikturunkan. Alasannya,
waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit,
dianggap mengganggu arus lalu lintas antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir, dua
daerah Kota Palembang yang dipisahkan oleh Sungai Musi.
Alasan lain karena sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai
Musi. Pendangkalan yang semakin parah menjadi penyebab Sungai Musi tidak bisa
dilayari kapal berukuran besar. Sampai sekarang, Sungai Musi memang terus
mengalami pendangkalan .
Pada tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikkan dan menurunkan bagian
tengah jembatan, yang masing-masing seberat 500 ton, dibongkar dan diturunkan
karena khawatir jika sewaktu-waktu benda itu jatuh dan menimpa orang yang lewat
di jembatan.
Jembatan Ampera pernah direnovasi pada tahun 1981, dengan menghabiskan dana
sekitar Rp 850 juta. Renovasi dilakukan setelah muncul kekhawatiran akan
ancaman kerusakan Jembatan Ampera bisa membuatnya ambruk.
Bersamaan dengan eforia reformasi tahun 1997, beberapa onderdil jembatan ini
diketahui dipreteli pencuri. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan,
dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi.
Warna jembatan pun sudah mengalami 3 kali perubahan dari awal berdiri berwarna
abu-abu terus tahun 1992 di ganti kuning dan terakhir di tahun 2002 menjadi
merah sampai sekarang.
Dari berbagai sumber
ADS HERE !!!