Pertempuran
Lima Hari Lima Malam di Palembang terjadi pada tanggal 1 hingga 5 Januari 1947.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang merupakan perang tiga matra yang
pertama kali kita alami, begitu pula pihak Belanda. Perang tersebut terjadi
melibatkan kekuatan darat, laut, dan udara. Belanda sangat berkepentingan untuk
menguasai Palembang secara total karena tinjauan Belanda terhadap Palembang
dari aspek politik. ekonomi dan militer.
|
Pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang |
Dalam aspek politik, Belanda berusaha
untuk menguasai Palembang karena ingin membuktikan kepada dunia internasional
bahwa mereka benar-benar telah menguasai Jawa dan Sumatera. Ditinjau dari aspek
ekonomi berarti jika Kota Palembang dikuasai sepenuhnya maka berarti juga dapat
menguasai tempat penyulingan minyak di Plaju dan Sei Gerong. Selain itu, dapat
pula perdagangan karet dan hasil bumi lainnya untuk tujuan ekspor. Sedangkan
jika ditinjau dari segi militer, sebenarnya Paskan TRI dan pejuang yang
dikonsentrasikan di Kota Palembang merupakan pasukan yang relatif mempunyai persenjataan
yang terkuat, jika dibandingkan dengan pasukan-pasukan di luar kota. Front
Pertempuran Lima Hari Lima Malam 1. Front Seberang Ilir Timur Front Seberang
Ilir Timur meliputi kawasan mulai dari Tengkuruk sampai RS Charitas - Lorong
Pagar Alam - Jalan Talang Betutu - 16 Ilir - Kepandean - Sungai Jeruju - Boom
Baru - Kenten. Pertempuran pertama terjadi pada hari Rabu 1 Januari 1947.
Belanda melancarkan serangan dan tembakan yang terus menerus diarahkan ke
lokasi pasukan RI yang ada di sekitar RS Charitas. RS Charitas berada di tempat
yang strategis karena berada di atas bukit sehingga menjadi basis pertahanan
yang baik bagi Belanda. Basis strategi pertahan di Front Seberang Ilir Timur
terutama berlokasi di depan Masjid Agung, simpang tiga Candi Walang, Pasar
Lingkis (sekarang Pasar Cinde), Lorong Candi Angsoko dan di Jalan Ophir
(sekarang Lapangan Hatta).
Dibawah pimpinan Mayor Dani Effendi, Pasukan TRI
melancarkan serangan ke Rumah Sakit Charitas dan daerah di Talang Betutu.
Tujuan serangan ini adalah untuk memblokir bantuan Belanda yang datang dari
arah Lapangan Udara Talang Betutu menuju arah Palembang dan menghalangi
hubungan antara pusat pertahanan Belanda di RS Charitas dengan Benteng. Pada
sore harinya, pihak Belanda telah mengerahkan pasukan tank dan panser untuk
menerobos pertahanan dan barikade Pasukan TRI di sepanjang Jalan Tengkuruk.
Mereka kemudian berhasil menduduki Kantor Pos dan Kantor Telepon melalui
perlawanan yang seru dari Pasukan TRI. Dengan berhasilnya Belanda menduduki
Kantor Telepon, maka hubungan melalui alat komunikasi menjadi terputus secara
total. Setelah itu,
belanda memperluas gerakannya hingga menduduki Kantor Residen dan Kantor
Walikota. Pasukan TRI yang berada di daerah tersebut mengundurkan diri ke Jalan
Kebon Duku dan Jalan Kepandean sedangkan di RS Charitas, kekuatan Belanda
semakin terdesak karena serangan dari Pasukan TRI. Pada pertempuran hari kedua,
konsentrasi pasukan terutama diarahkan terhadap pasukan dan pertahan Belanda di
RS Charitas. Namun, Belanda berhasil menerobos lini Talang Betutu setelah
terlebih dahulu berhadapan dengan Lettu Wahid Uddin bersama Kapten Anima
Achyat. Belanda telah memperkuat tempat-tempat yang telah mereka kuasai,
terutama di depan Masjid Agung.
Secara spontanitas, rakyat dan pemuda di dalam
kota dan luar kota turut serta bertempur melawan Belanda. Melihat
kemajuan-kemajuan dipihak kita, Belanda pun segera mengadakan pengintaian,
bahkan melakukan tembakan dari udara terhadap kereta api yang membawa bahan
makanan, bantuan dari Baturaja, Lubuk Linggau, dan Lahat. Oleh karena lokasi
Markas Besar Staf Komando Divisi II tidak lagi aman, maka dipindahkan dari
Sungai Jeruju ke daerah Kenten, tepatnya di Jalan Duku. Hal ini disebabkan
karena Belanda terus-menerus melakukan pengintaian dan pengeboman terhadap
markas-markas Pasukan TRI/Lasykar. Keberhasilan pengeboman jarak jauh yang
dilakukan Belanda tidak terlepas dari peranan para pengintai atau mata-mata.
Pertempuran hari ketiga berlangsung pada hari Jum'at, tanggal 3 Januari 1947.
Saat itu, Kolonel Mollinger memerintahkan angkatan perangnya (Darat, Laut, dan
Udara) untuk menghancurkan semua garis pertahanan Pasukan TRI/Lasykar. Ini
menunjukan terjadinya konsep perang tiga matra yang dilakukan Belanda di
Palembang. Berdasarkan perintah tersebut, maka konvoi kendaraan berlapis baja
keluar dari Benteng menuju RS Charitas menerobos Jalan Tengkuruk, melepaskan
tembakan di sekitar Masjid Agung dan Markas BPRI. Gerakan penerobosan Belanda
ke Charitas itu dihambat oleh pasukan kita yang berada di Pasar Cinde dengan
ranjau-ranjau, manun gagal karena ranjau-ranjau tersebut gagal meledak.
Akibatnya Pasar Lingkis (Cinde) dapat dikuasai oleh musuh. Tapi, sore harinya
pasar itu dapat dikuasai kembali oleh pasukan kita (Resimen XVII). Senjata dan
amunisi yang dimiliki pasukan RI jumlahnya terbatas, dan sebagian besar senjata
yang digunakan oleh pasukan kita banyak yang telah tua (out of date) sebagai
hasil rampasan dari serdadu Jepang. Sampai hari ketiga, keadaaan Palembang
sebenarnya sudah parah. Hampir seperlima kota telah hancur terkena serangan bom
dan peluru mortir Belanda. Pada pertempuran hari keempat (4 Januari 1947),
Belanda menfokuskan pertahanan di Plaju. Sehingga pasukan Mayor Dani Effendi
berhasil memanfaatkan situasi tersebut untuk menguasai Charitas dan sekitarnya.
Akibatnya pasukan Belanda mulai terdesak. Pasukan TRI berhasil mendekati gudang
amunisi di RS Charitas dan menembak serdadu Belanda yang berusaha mendekati
gudang tersebut. Pada pertempuran hari kelima (5 Januari 1947), pihak Belanda
dapat menguasai beberapa tempat dengan bantuan kapal-kapal perang yang hilir
mudik di Sungai Musi dan pesawat terbang yang menjatuhkan bom-bom ke arah
posisi Pasukan TRI. Namun demikian pasukan Belanda mengalami hal yang sama
dengan Pasukan TRI yaitu letih, kurang tidur dan merasa stress, sedangkan
Pasukan TRI telah banyak menderita kerugian baik dari materi ataupun yang gugur
dan luka-luka. 2. Front Seberang Ilir Barat Front Seberang Ilir Barat meliputi
kawasan mulai dari 36 Ilir yaitu meliputi Tangga Buntung - Talang - Bukit Besar
- Talang Semut - Talang Kerangga - Emma Laan - Sungai Tawar - Sekanak -
Benteng. Pada pertempuran pertama (1 Januari 1947), pasukan-pasukan disekitar
belakang Benteng mulai terdesak lalu mengundurkaan diri ke sekitar Jalan
Kelurahan Madu dan Jalan Kebon Duku. TRI/Lasykar yang berlokasi di Bukit
terpaksa mengubah taktik yaitu memencarkan diri masuk ke kampung-kampung di
sekitar Bukit Siguntang dan sekitarnya. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
pasukan Belanda yang akan menerobos ke 35 Ilir. Karena apabila pasukan Belanda
yang akan beroperasi di 36 Ilir, Suro, 29 Ilir dan Sekanak akan terkepung.
Usaha pasukan TRI dibawah pimpinan Mayor Surbi Bustam dilakukan untuk menyerang
Gedung BPM Handelszaken. Serangan ini dibantu oleh Kapten Makmun Murod, Letnan
Satu Asnawi Mangkualam dan Kapten Riyacudu. Belanda dengan menggunakan
kendaraan berlapis baja dan persenjataan modern berhasil menguasai Kantor Pos,
Kantor Telegraf, Kantor Residen, Kantor Walikota dan di sekitar Jalan Guru-guru
di 19 Ilir.. Pada pertempuran hari kedua, Belanda menembakan mortirnya dengan
membabibuta ke arah Sekanak sampai ke Tangga Buntung.
Tujuan utama adalah
menembaki markas batalyon dan pos-pos pertahanan TRI dan rakyat yang terdapat
antara Sekanak sampai Tangga Buntung. Gencarnya tembakan yang dilakukan Belanda
dari benteng pertahanan dan dan pesawat udara pada 2 Januari 1947 menyebabkan
Staf Komando Batalyon 32/XV oleh Mayor Zurbi Bustam bersama Kapten Makmun Murod
dipindahkan ke Talang. Keterbatasan senjata tidak membuat pasukan kita
menyerah. "molotov" adalah bensin yang dimasukan ke dalam botol
dicampur dengan karet untuk kemudian diberi sumbu memjadi alat yang sangat
efisien. Kapten Alamsyah memerintahkan Sersan Mayor M. Amin Suhud untuk mencuri
persediaan bensin Belanda yang akan digunakan untuk membuat bom molotov. Sersan
Mayor M. Amin Suhud mendapatkan bensin. Kesulitan bahan makanan dialami oleh
Front Seberang Ilir Barat karena blokade yang dilakukan oleh Belanda. Begitu
pula peran anggota Palang Merah Indonesia (PMI) dan PPI (Pemuda Puteri
Indonesia) yang mengurus korban pertempuran dan mengurus bahan makanan. Pada
hari ketiga, pertempuran tiga matra yang dilakukan oleh Belanda semakin aktif,
setelah dikeluarkan perintah oleh Kolonel Mollinger untuk menghancurkan garis
pertahanan RI di Emma Laan (Jalan Kartini) dan Sekolah MULO Talang Semut.
Pasukan TRI yang dibawah pimpinan Letda Ali Usman berhasil menghancuran sekitar
3 regu Pasukan Belanda yaitu Pasukan Gajah Merah. Pada pertempuran hari
keempat, Sabtu tanggal 4 Januari 1947, Pasukan TRI/Lasykar terdesak sehingga
mundur ke arah Kebon Gede,Talang dan Tangga Buntung. Sebagai resiko perjuangan
dari bangsa yang baru merdeka, maka setiap gerakan pasukan musuh berakibat pada
pemindahan dislokasi pasukan. Walaupun situasi pertempuran selalu dilaporkan
kepada komando pertempuran. Namun laporan tersebut mengalami keterlambatan
akibat sulitnya hubungan komunikasi. Pada hari kelima pertempuran di Front
Seberang Ilir Barat terus berlangsung, walaupun Pasukan TRI/Lasykar dan rakyat
mulai menampakkan keletihan dan pengiriman makanan dari dapur umum mulai tidak
teratur lagi akibat blokade Belanda.
Sebenarnya blokade ini juga berdampak pada
pihak Belanda juga karena bahan makanan dari luar kota sulit masuk ke Kota
Palembang. 3. Front Seberang Ulu Front Seberang Ulu meliputi kawasan mulai dari
1 Ulu Kertapati sampai Bagus Kuning, selanjutnya meliputi kawasan Plaju - Kayu
Agung - Sungai Gerong. Pada awal pertempuran tanggal 1 Januari 1947, tembakan
mortir dari pasukan Belanda yang dberada di Bagus Kuning, Plaju dan Sungai
Gerongterus ditujukan ke markas batalyon yang dipimpin Kapten Raden Mas. Namun
demikian, kapal perang Belanda yang berada di Boom Plaju atau Sungai Gerong
belum dapat bergerak leluasa, karena dihambat oleh pasukan ALRI di Boom Baru.
Motorboat milik Belanda melaju dari arah Plaju menuju Boom Yetty yang diduga
membawa bahan persenjataan pasukan Belanda, Pasukan TRI berusaha menyerang
namun tidak berhasil. Kompi I yang berkedudukan di Jalan Bakaran Plaju,
dipimpin Lettu Abdullah di Jalan Kayu Agung dan Sungai Bakung diberi tugas
untuk menghadapi Belanda. Begitu juga Kompi II yang dipimpin Letda Sumaji
bertugas menghadapi Belanda di Bagus Kuning dan Sriguna, sedangkan Kompi II
dibawah pimpinan Letda Z. Anwar Lizano bertugas menghadapi Belanda di pinggir
Sungai Musi yang letaknya sejajar dengan Boom Yetty sampai Pasar 16 Ilir.
Pertempuran kedua tanggal 2 Januari 1947. Pasukannya dibantu dari Lasykar
Pesindo, Napindo dan Hizbullah. penyerbuan tersebut membuahkan hasil. Pasukan
TRI/Lasykar dapat menguasai gudang-gudang persenjataan musuh, sedangkan pasukan
Belanda mengundurkan diri ke kapal-kapal perang mereka. Bendera Belanda si tiga
warna yang terpancang di depan asrama telah diturunkan, kemudian dirobek warna
birunya dan dinaikkan kembali dengan keadaan si Dwiwarna, Sang Saka Merah
Putih. Namun kemenangan ini tidak berlangsung lama pasukan Belanda kemudian
melepaskan tembakan-tembakan mortir ke arah kedudukan Pasukan TRI/Lasykar.
Pertempuran hari ketiga, Setelah Komandan Mollinger mengeluarkan perintah
kepada seluruh unsur kekuatan darat, laut dan udara. Belanda untuk meningkatkan
gempuran dan berusaha menerobos setiap garis pertahanan TRI dan badan-badan
perjuangan rakyat. Pewasat-pesawat terbang dan kapal-kapal perang Belanda
semakin menggiatkan aksinya, terutama di daerah-daerah yang menjadi tempat
bertahan pasukan-pasukan TRI yang berada di Seberang Ulu dan Ilir. Kapal perang
jenis korvet menembakan mesin kesepanjang Sungai Musi terutama di pos-pos
pertahanan RI, terutama yang berlokasi di sekitar 7 Ulu.
Akibatnya Pasukan TRI
dan Lasykar terpaksa membalas dengan menggunakan senjata bekas persenjataan
Jepang, yaitu meriam pantai milik kompi III Batalyon 34 di 7 Ulu di tepi Sungai
Musi. Dengan menggunakan senjata seperti itu, pasukan Hizbullah dibawah
pimpinan Letkol (Lasykar) M. Ali Thoyib berhasil menembak sebuah motorboat
Belanda yang sedang mengangkat amunisi milik Belanda dari Plaju menuju ke
Benteng. Pertempuran keempat,tanggal 4 Januari 1947 di Front Seberang Ulu pasukan
Belanda semakin memperhebat tekannya terhadap pasukan RI sehingga pasukan TRI
yang berada di Bagus Kuning mengundurkan diri ke 16 Ulu. Kapal-kapal perang
Belanda melakukan patroli mulai dari perairan Sungai Gerong di bagian Hilir
sampai ke perairan Kertapati, Keramasan di bagian Hulu. Pada hari kelima,
tanggal 5 Januari 1947, pasukan kita dalam keadaan lelah, sekalipun hal itu
tidak mengendorkan semangat perjuangan.
Upaya Perundingan dan Pengakhiran
Pertempuran Sejak tanggal 4 Januari 1947 di Kota Palembang telah menerima
kedatangan Kapten A.M. Thalib, utusan Panglima Divisi II Bambang Utoyo, yang
mengabarkan tentang keinginan Mollinger untuk berunding. Ternyata Gubernur Muda
telah menerima berita dari Jakarta lewat telegram yang diterima oleh pemancar darurat
dibawah pimpinan Herry Salim, bahwa akan datang ke Palembang secepatnya Dokter
Adnan Kapau Gani sebagai utusan pemerintah pusat untuk melakukan perundingan
gencatan senjata dengan pihak Belanda. Perundingan ini dilakukan oleh pihak RI
dikarenakan ada kepentingan strategis dengan alasan: · pertama, mencegah korban
lebih banyak · kedua, kita perlu mengadakan konsolidasi kekuatan kembali ·
ketiga, dari segi politis akan memberikan gambaran kepada dunia internasional
bahwa RI cinta perdamaian, sekaligus menegaskan bahwa pemerintah pusatnya
dipatuhi oleh daerah-daerahnya. Perhitungan yang melandasi berunding dari pihak
RI adalah berdasarkan: · Pertama, perjuangan kemerdekaan akan memakan waktu
cukup lama, mungkin bertahun-tahun. · Kedua, hampir 60% pasukan RI di Sumatera
Selatan berada di Kota Palembang, bila sampai bertempur habis-habisan akan
memperlemah kekuatan pada masa selanjutnya. Setelah itu, ditetapkan tiga orang
delegasi yang melakukan pejajakan perundingan. Mereka adalah dr. M. Isa,
Gubernur Muda yang mewakili Pemerintah Sipil; Mayor M. Rasyad Nawawi, Kepala
Staf Divisi Garuda II yang mewakili pasukan-pasukan dari Komando Pertempuran
dan Komisaris Besar Polisi, Mursoda, yang mewakili Kepolisian. Perundingan
antara RI - Belanda dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 1947, di Rumah Sakit
Charitas. Formasi delegasi pun ditambah dengan Kolonel Bambang Utoyo, Komandan
Divisi Garuda II, yang ditunjuk sebagai Ketua dan Mayor Laut A.R. Saroingsong.
Akhirnya Pertempuran Lima Hari Lima Malam diakhiri dengan gencatan senjata
(cease fire) antara kedua belah pihak, dimana TRI/Lasykar harus kelur dari Kota
Palembang sejauh 20 Kilometer kecuali Pemerintah Sipil RI dan ALRI masih tetap
berada di dalam kota. Sedangkan pos-pos Belanda hanya boleh sejauh 14 Km dari
pusat kota. Jalan raya di dalam kota dijaga pasukan Belanda dengan rentang
wilayah 3 Km ke kiri dan kanan jalan. Hasil perundingan ini selanjutnya segera
disampaikan ke markas besar TRI di Yogyakarta
Pertempuran Lima Hari
Lima Malam di Palembang terjadi pada tanggal 1 hingga 5 Januari 1947.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang merupakan perang tiga
matra yang pertama kali kita alami, begitu pula pihak Belanda. Perang
tersebut terjadi melibatkan kekuatan darat, laut, dan udara. Belanda
sangat berkepentingan untuk menguasai Palembang secara total karena
tinjauan Belanda terhadap Palembang dari aspek politik. ekonomi dan
militer. Dalam aspek politik, Belanda berusaha untuk menguasai Palembang
karena ingin membuktikan kepada dunia internasional bahwa mereka
benar-benar telah menguasai Jawa dan Sumatera. Ditinjau dari aspek
ekonomi berarti jika Kota Palembang dikuasai sepenuhnya maka berarti
juga dapat menguasai tempat penyulingan minyak di Plaju dan Sei Gerong.
Selain itu, dapat pula perdagangan karet dan hasil bumi lainnya untuk
tujuan ekspor. Sedangkan jika ditinjau dari segi militer, sebenarnya
Paskan TRI dan pejuang yang dikonsentrasikan di Kota Palembang merupakan
pasukan yang relatif mempunyai persenjataan yang terkuat, jika
dibandingkan dengan pasukan-pasukan di luar kota.
Front Pertempuran Lima Hari Lima Malam
1. Front Seberang Ilir Timur
Front Seberang Ilir Timur meliputi kawasan mulai dari Tengkuruk sampai
RS Charitas - Lorong Pagar Alam - Jalan Talang Betutu - 16 Ilir -
Kepandean - Sungai Jeruju - Boom Baru - Kenten.
Pertempuran pertama terjadi pada hari Rabu 1 Januari 1947. Belanda
melancarkan serangan dan tembakan yang terus menerus diarahkan ke lokasi
pasukan RI yang ada di sekitar RS Charitas. RS Charitas berada di
tempat yang strategis karena berada di atas bukit sehingga menjadi basis
pertahanan yang baik bagi Belanda. Basis strategi pertahan di Front
Seberang Ilir Timur terutama berlokasi di depan Masjid Agung, simpang
tiga Candi Walang, Pasar Lingkis (sekarang Pasar Cinde), Lorong Candi
Angsoko dan di Jalan Ophir (sekarang Lapangan Hatta). Dibawah pimpinan
Mayor Dani Effendi, Pasukan TRI melancarkan serangan ke Rumah Sakit
Charitas dan daerah di Talang Betutu. Tujuan serangan ini adalah untuk
memblokir bantuan Belanda yang datang dari arah Lapangan Udara Talang
Betutu menuju arah Palembang dan menghalangi hubungan antara pusat
pertahanan Belanda di RS Charitas dengan Benteng. Pada sore harinya,
pihak Belanda telah mengerahkan pasukan tank dan panser untuk menerobos
pertahanan dan barikade Pasukan TRI di sepanjang Jalan Tengkuruk. Mereka
kemudian berhasil menduduki Kantor Pos dan Kantor Telepon melalui
perlawanan yang seru dari Pasukan TRI. Dengan berhasilnya Belanda
menduduki Kantor Telepon, maka hubungan melalui alat komunikasi menjadi
terputus secara total. Setelah itu, belanda memperluas gerakannya hingga
menduduki Kantor Residen dan Kantor Walikota. Pasukan TRI yang berada
di daerah tersebut mengundurkan diri ke Jalan Kebon Duku dan Jalan
Kepandean sedangkan di RS Charitas, kekuatan Belanda semakin terdesak
karena serangan dari Pasukan TRI.
Pada pertempuran hari kedua, konsentrasi pasukan terutama diarahkan
terhadap pasukan dan pertahan Belanda di RS Charitas. Namun, Belanda
berhasil menerobos lini Talang Betutu setelah terlebih dahulu berhadapan
dengan Lettu Wahid Uddin bersama Kapten Anima Achyat. Belanda telah
memperkuat tempat-tempat yang telah mereka kuasai, terutama di depan
Masjid Agung. Secara spontanitas, rakyat dan pemuda di dalam kota dan
luar kota turut serta bertempur melawan Belanda. Melihat
kemajuan-kemajuan dipihak kita, Belanda pun segera mengadakan
pengintaian, bahkan melakukan tembakan dari udara terhadap kereta api
yang membawa bahan makanan, bantuan dari Baturaja, Lubuk Linggau, dan
Lahat. Oleh karena lokasi Markas Besar Staf Komando Divisi II tidak lagi
aman, maka dipindahkan dari Sungai Jeruju ke daerah Kenten, tepatnya di
Jalan Duku. Hal ini disebabkan karena Belanda terus-menerus melakukan
pengintaian dan pengeboman terhadap markas-markas Pasukan TRI/Lasykar.
Keberhasilan pengeboman jarak jauh yang dilakukan Belanda tidak terlepas
dari peranan para pengintai atau mata-mata.
Pertempuran hari ketiga berlangsung pada hari Jum'at,
tanggal 3 Januari 1947. Saat itu, Kolonel Mollinger memerintahkan
angkatan perangnya (Darat, Laut, dan Udara) untuk menghancurkan semua
garis pertahanan Pasukan TRI/Lasykar. Ini menunjukan terjadinya konsep
perang tiga matra yang dilakukan Belanda di Palembang. Berdasarkan
perintah tersebut, maka konvoi kendaraan berlapis baja keluar dari
Benteng menuju RS Charitas menerobos Jalan Tengkuruk, melepaskan
tembakan di sekitar Masjid Agung dan Markas BPRI. Gerakan penerobosan
Belanda ke Charitas itu dihambat oleh pasukan kita yang berada di Pasar
Cinde dengan ranjau-ranjau, manun gagal karena ranjau-ranjau tersebut
gagal meledak. Akibatnya Pasar Lingkis (Cinde) dapat dikuasai oleh
musuh. Tapi, sore harinya pasar itu dapat dikuasai kembali oleh pasukan
kita (Resimen XVII). Senjata dan amunisi yang dimiliki pasukan RI
jumlahnya terbatas, dan sebagian besar senjata yang digunakan oleh
pasukan kita banyak yang telah tua (out of date) sebagai hasil rampasan
dari serdadu Jepang. Sampai hari ketiga, keadaaan Palembang sebenarnya
sudah parah. Hampir seperlima kota telah hancur terkena serangan bom dan
peluru mortir Belanda.
Pada pertempuran hari keempat (4 Januari 1947), Belanda menfokuskan
pertahanan di Plaju. Sehingga pasukan Mayor Dani Effendi berhasil
memanfaatkan situasi tersebut untuk menguasai Charitas dan sekitarnya.
Akibatnya pasukan Belanda mulai terdesak. Pasukan TRI berhasil mendekati
gudang amunisi di RS Charitas dan menembak serdadu Belanda yang
berusaha mendekati gudang tersebut.
Pada pertempuran hari kelima (5 Januari 1947), pihak Belanda dapat
menguasai beberapa tempat dengan bantuan kapal-kapal perang yang hilir
mudik di Sungai Musi dan pesawat terbang yang menjatuhkan bom-bom ke
arah posisi Pasukan TRI. Namun demikian pasukan Belanda mengalami hal
yang sama dengan Pasukan TRI yaitu letih, kurang tidur dan merasa
stress, sedangkan Pasukan TRI telah banyak menderita kerugian baik dari
materi ataupun yang gugur dan luka-luka.
2. Front Seberang Ilir Barat
Front Seberang Ilir Barat meliputi kawasan mulai dari 36 Ilir yaitu
meliputi Tangga Buntung - Talang - Bukit Besar - Talang Semut - Talang
Kerangga - Emma Laan - Sungai Tawar - Sekanak - Benteng.
Pada pertempuran pertama (1 Januari 1947), pasukan-pasukan disekitar
belakang Benteng mulai terdesak lalu mengundurkaan diri ke sekitar Jalan
Kelurahan Madu dan Jalan Kebon Duku. TRI/Lasykar yang berlokasi di
Bukit terpaksa mengubah taktik yaitu memencarkan diri masuk ke
kampung-kampung di sekitar Bukit Siguntang dan sekitarnya. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah pasukan Belanda yang akan menerobos ke 35 Ilir.
Karena apabila pasukan Belanda yang akan beroperasi di 36 Ilir, Suro,
29 Ilir dan Sekanak akan terkepung. Usaha pasukan TRI dibawah pimpinan
Mayor Surbi Bustam dilakukan untuk menyerang Gedung BPM Handelszaken.
Serangan ini dibantu oleh Kapten Makmun Murod, Letnan Satu Asnawi
Mangkualam dan Kapten Riyacudu. Belanda dengan menggunakan kendaraan
berlapis baja dan persenjataan modern berhasil menguasai Kantor Pos,
Kantor Telegraf, Kantor Residen, Kantor Walikota dan di sekitar Jalan
Guru-guru di 19 Ilir..
Pada pertempuran hari kedua, Belanda menembakan mortirnya dengan
membabibuta ke arah Sekanak sampai ke Tangga Buntung. Tujuan utama
adalah menembaki markas batalyon dan pos-pos pertahanan TRI dan rakyat
yang terdapat antara Sekanak sampai Tangga Buntung. Gencarnya tembakan
yang dilakukan Belanda dari benteng pertahanan dan dan pesawat udara
pada 2 Januari 1947 menyebabkan Staf Komando Batalyon 32/XV oleh Mayor
Zurbi Bustam bersama Kapten Makmun Murod dipindahkan ke Talang.
Keterbatasan senjata tidak membuat pasukan kita menyerah. "molotov"
adalah bensin yang dimasukan ke dalam botol dicampur dengan karet untuk
kemudian diberi sumbu memjadi alat yang sangat efisien. Kapten Alamsyah
memerintahkan Sersan Mayor M. Amin Suhud untuk mencuri persediaan bensin
Belanda yang akan digunakan untuk membuat bom molotov. Sersan Mayor M.
Amin Suhud mendapatkan bensin. Kesulitan bahan makanan dialami oleh
Front Seberang Ilir Barat karena blokade yang dilakukan oleh Belanda.
Begitu pula peran anggota Palang Merah Indonesia (PMI) dan PPI (Pemuda
Puteri Indonesia) yang mengurus korban pertempuran dan mengurus bahan
makanan.
Pada hari ketiga, pertempuran tiga matra yang dilakukan oleh Belanda
semakin aktif, setelah dikeluarkan perintah oleh Kolonel Mollinger untuk
menghancurkan garis pertahanan RI di Emma Laan (Jalan Kartini) dan
Sekolah MULO Talang Semut. Pasukan TRI yang dibawah pimpinan Letda Ali
Usman berhasil menghancuran sekitar 3 regu Pasukan Belanda yaitu Pasukan
Gajah Merah.
Pada pertempuran hari keempat, Sabtu tanggal 4 Januari 1947, Pasukan
TRI/Lasykar terdesak sehingga mundur ke arah Kebon Gede,Talang dan
Tangga Buntung. Sebagai resiko perjuangan dari bangsa yang baru merdeka,
maka setiap gerakan pasukan musuh berakibat pada pemindahan dislokasi
pasukan. Walaupun situasi pertempuran selalu dilaporkan kepada komando
pertempuran. Namun laporan tersebut mengalami keterlambatan akibat
sulitnya hubungan komunikasi.
Pada hari kelima pertempuran di Front Seberang Ilir Barat terus
berlangsung, walaupun Pasukan TRI/Lasykar dan rakyat mulai menampakkan
keletihan dan pengiriman makanan dari dapur umum mulai tidak teratur
lagi akibat blokade Belanda. Sebenarnya blokade ini juga berdampak pada
pihak Belanda juga karena bahan makanan dari luar kota sulit masuk ke
Kota Palembang.
3. Front Seberang Ulu
Front Seberang Ulu meliputi kawasan mulai dari 1 Ulu Kertapati sampai
Bagus Kuning, selanjutnya meliputi kawasan Plaju - Kayu Agung - Sungai
Gerong.
Pada awal pertempuran tanggal 1 Januari 1947, tembakan mortir dari
pasukan Belanda yang dberada di Bagus Kuning, Plaju dan Sungai
Gerongterus ditujukan ke markas batalyon yang dipimpin Kapten Raden Mas.
Namun demikian, kapal perang Belanda yang berada di Boom Plaju atau
Sungai Gerong belum dapat bergerak leluasa, karena dihambat oleh pasukan
ALRI di Boom Baru. Motorboat milik Belanda melaju dari arah Plaju
menuju Boom Yetty yang diduga membawa bahan persenjataan pasukan
Belanda, Pasukan TRI berusaha menyerang namun tidak berhasil. Kompi I
yang berkedudukan di Jalan Bakaran Plaju, dipimpin Lettu Abdullah di
Jalan Kayu Agung dan Sungai Bakung diberi tugas untuk menghadapi
Belanda. Begitu juga Kompi II yang dipimpin Letda Sumaji bertugas
menghadapi Belanda di Bagus Kuning dan Sriguna, sedangkan Kompi II
dibawah pimpinan Letda Z. Anwar Lizano bertugas menghadapi Belanda di
pinggir Sungai Musi yang letaknya sejajar dengan Boom Yetty sampai Pasar
16 Ilir.
Pertempuran kedua tanggal 2 Januari 1947. Pasukannya dibantu dari
Lasykar Pesindo, Napindo dan Hizbullah. penyerbuan tersebut membuahkan
hasil. Pasukan TRI/Lasykar dapat menguasai gudang-gudang persenjataan
musuh, sedangkan pasukan Belanda mengundurkan diri ke kapal-kapal perang
mereka. Bendera Belanda si tiga warna yang terpancang di depan asrama
telah diturunkan, kemudian dirobek warna birunya dan dinaikkan kembali
dengan keadaan si Dwiwarna, Sang Saka Merah Putih. Namun kemenangan ini
tidak berlangsung lama pasukan Belanda kemudian melepaskan
tembakan-tembakan mortir ke arah kedudukan Pasukan TRI/Lasykar.
Pertempuran hari ketiga, Setelah Komandan Mollinger mengeluarkan
perintah kepada seluruh unsur kekuatan darat, laut dan udara. Belanda
untuk meningkatkan gempuran dan berusaha menerobos setiap garis
pertahanan TRI dan badan-badan perjuangan rakyat. Pewasat-pesawat
terbang dan kapal-kapal perang Belanda semakin menggiatkan aksinya,
terutama di daerah-daerah yang menjadi tempat bertahan pasukan-pasukan
TRI yang berada di Seberang Ulu dan Ilir. Kapal perang jenis korvet
menembakan mesin kesepanjang Sungai Musi terutama di pos-pos pertahanan
RI, terutama yang berlokasi di sekitar 7 Ulu. Akibatnya Pasukan TRI dan
Lasykar terpaksa membalas dengan menggunakan senjata bekas persenjataan
Jepang, yaitu meriam pantai milik kompi III Batalyon 34 di 7 Ulu di tepi
Sungai Musi. Dengan menggunakan senjata seperti itu, pasukan Hizbullah
dibawah pimpinan Letkol (Lasykar) M. Ali Thoyib berhasil menembak sebuah
motorboat Belanda yang sedang mengangkat amunisi milik Belanda dari
Plaju menuju ke Benteng.
Pertempuran keempat,tanggal 4 Januari 1947 di Front Seberang Ulu pasukan
Belanda semakin memperhebat tekannya terhadap pasukan RI sehingga
pasukan TRI yang berada di Bagus Kuning mengundurkan diri ke 16 Ulu.
Kapal-kapal perang Belanda melakukan patroli mulai dari perairan Sungai
Gerong di bagian Hilir sampai ke perairan Kertapati, Keramasan di bagian
Hulu.
Pada hari kelima, tanggal 5 Januari 1947, pasukan kita dalam keadaan
lelah, sekalipun hal itu tidak mengendorkan semangat perjuangan.
Upaya Perundingan dan Pengakhiran Pertempuran
Sejak tanggal 4 Januari 1947 di Kota Palembang telah menerima kedatangan
Kapten A.M. Thalib, utusan Panglima Divisi II Bambang Utoyo, yang
mengabarkan tentang keinginan Mollinger untuk berunding. Ternyata
Gubernur Muda telah menerima berita dari Jakarta lewat telegram yang
diterima oleh pemancar darurat dibawah pimpinan Herry Salim, bahwa akan
datang ke Palembang secepatnya Dokter Adnan Kapau Gani sebagai utusan
pemerintah pusat untuk melakukan perundingan gencatan senjata dengan
pihak Belanda.
Perundingan ini dilakukan oleh pihak RI dikarenakan ada kepentingan
strategis dengan alasan:
· pertama, mencegah korban lebih banyak
· kedua, kita perlu mengadakan konsolidasi kekuatan kembali
· ketiga, dari segi politis akan memberikan gambaran kepada
dunia internasional bahwa RI cinta perdamaian, sekaligus menegaskan
bahwa pemerintah pusatnya dipatuhi oleh daerah-daerahnya.
Perhitungan yang melandasi berunding dari pihak RI adalah berdasarkan:
· Pertama, perjuangan kemerdekaan akan memakan waktu cukup lama,
mungkin bertahun-tahun.
· Kedua, hampir 60% pasukan RI di Sumatera Selatan berada di
Kota Palembang, bila sampai bertempur habis-habisan akan memperlemah
kekuatan pada masa selanjutnya.
Setelah itu, ditetapkan tiga orang delegasi yang melakukan pejajakan
perundingan. Mereka adalah dr. M. Isa, Gubernur Muda yang mewakili
Pemerintah Sipil; Mayor M. Rasyad Nawawi, Kepala Staf Divisi Garuda II
yang mewakili pasukan-pasukan dari Komando Pertempuran dan Komisaris
Besar Polisi, Mursoda, yang mewakili Kepolisian. Perundingan antara RI -
Belanda dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 1947, di Rumah Sakit
Charitas. Formasi delegasi pun ditambah dengan Kolonel Bambang Utoyo,
Komandan Divisi Garuda II, yang ditunjuk sebagai Ketua dan Mayor Laut
A.R. Saroingsong.
Akhirnya Pertempuran Lima Hari Lima Malam diakhiri dengan gencatan
senjata (cease fire) antara kedua belah pihak, dimana TRI/Lasykar harus
kelur dari Kota Palembang sejauh 20 Kilometer kecuali Pemerintah Sipil
RI dan ALRI masih tetap berada di dalam kota. Sedangkan pos-pos Belanda
hanya boleh sejauh 14 Km dari pusat kota. Jalan raya di dalam kota
dijaga pasukan Belanda dengan rentang wilayah 3 Km ke kiri dan kanan
jalan. Hasil perundingan ini selanjutnya segera disampaikan ke markas
besar TRI di Yogyakarta.
berbagai sumber.