Berdasarkan Hikayat
Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Meurah Silu, setelah
sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.
Meurah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan
Semerlanga kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat
pada tahun 696 H atau 1297 M.
Dalam Hikayat
Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah
dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok
nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam
lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau
Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma
dan Samara (Samudera).
Pemerintahan Sultan
Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Malik
az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan
Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan
di Pasai, seiring dengan berkembangnya Kerajaan
Samudera Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat
pengembangan dakwah agama Islam.
Sekitar tahun 1326 Sultan
Muhammad Malik az-Zahir meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sultan
Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai tahun 1345. Pada masa
pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa
sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramahan, dan
penduduknya menganut Mazhab Syafi'i
Selanjutnya pada masa
pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik az-Zahir,
datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan
Sultan Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan. Kerajaan Samudera Pasai kembali bangkit dibawah pimpinan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir tahun
1383, dan memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga dikenal
dengan nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur.
Selanjutnya pemerintahan Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya Sultanah
Nahrasiyah.
Armada Cheng Ho yang
memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi Kerajaan Samudera Pasai berturut turut dalam tahun 1405,
1408 dan 1412. Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para
pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan
memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur,
serta jika terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara
dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide.
Sedangkan jika terus ke arah barat berjumpa dengan kerajaan Lambri (Lamuri)
yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam kunjungan
tersebut Cheng Ho juga menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina, Lonceng Cakra
Donya, sekitar tahun 1434
Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun wafat
di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai
untuk menyampaikan berita tersebut. Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai
terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase
(Sungai Pasai), Aceh Utara.
Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan waktunya
sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki
benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang
berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya.
Pada kawasan inti
kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang
bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya
menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaan
Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan
berkaitan dengan ini.
Dalam struktur
pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak
sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa
petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan
penguasanya juga bergelar sultan.
Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang
anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik
az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera
Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain
al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi kerajaan
bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang
buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan
Sultan Pasai terbunuh.
Pasai merupakan kota
dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan Ma Huan
disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada
masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas
murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sementara masyarakat
Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta
memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan
lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun
dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.
Islam merupakan agama
yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha juga turut
mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires,telah
membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan
Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan
kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan
hubungan yang akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan
raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Menjelang masa-masa
akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang
mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai
meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut.
Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh
Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan
kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan
Kesultanan Aceh.
Sultan dan Sultanah yang Pernah memimpin Samudura Pasai
- Sultan Malikussaleh
(Meurah Silu) 1267 - 1297
- Sultan Al-Malik
azh-Zhahir I / Muhammad 1297 - 1326
- Sultan Ahmad I 1326
- 133?
- Sultan Al-Malik
azh-Zhahir II 133? - 1349
- Sultan Zainal Abidin
I 1349 - 1406
- Ratu Nahrasyiyah 1406 - 1428
- Sultan Zainal Abidin
II 1428
- 1438
- Sultan Shalahuddin 1438 - 1462
- Sultan Ahmad II 1462 - 1464
- Sultan Abu Zaid Ahmad
III 1464 - 1466
- Sultan Ahmad IV 1466 - 1466
- Sultan Mahmud 1466 - 1468
- Sultan Zainal Abidin
III 1468 - 1474
- Sultan Muhammad Syah
II 1474 - 1495
- Sultan Al-Kamil 1495 - 1495
- Sultan Adlullah 1495 - 1506
- Sultan Muhammad Syah
III 1506
- 1507
- Sultan Abdullah 1507 - 1509
- Sultan Ahmad V 1507 - 1509
- Sultan Zainal Abidin IV 1514 - 1517